7 Falsafah Hidup Orang Batak
Download ---> https://shoxet.com/2sUAFf
Ada tujuh falsafah hidup yang menjadi pedoman dan pegangan hidup orang batak toba dalam acara adat,keagamaan, pesta dan kegiatan lainnya yaitu:Mardebata : mempunyai kepercayaan kepada Tuhan. Dahulu disebut Ompu Mulajadi na BolonMarpinompar memiliki keturunan. Setiap marga Batak menghendaki adanya keturunan sebagai generasi penerus, terlebih kepada anak laki-laki. Anak laki-laki ini nantinya yang membawa marga sehingga silsilah tidak putus atau hilangMartutur : mempunyai kekerabatan atau keluarga. Hal ini dikuatkan dengan Dalihan Natolu.Maradat : mempunyai adat-istiadat yang erat aplikasinya dengan dalihan natoluMarpangkirom : mempunyai cita-cita dan ambisi mencapai Hamoraon, hagabeon dan hasangaponMarpatik : mempunyai aturan dan undang-undang yang mengikat semua masyarakat Batak untuk tidak bersikap semena-mena Maruhum : mempunyai hukum undang-undang yang dbaku ditetapkah oleh raja huta(raja kampung) berdasarkan musyawarah yang harus dihormati dan dituruti oleh semua pihak.Hal ini dikuatkan dengan umpasa dibawah iniTungko naso boi butbuton, gadu-gadu naso boi sosaUhum naso boi muba, patik naso boi moseKetujuh filsafah Batak diatas harus dikuatkan dengan umpama dibawah ini:Dijolo raja sieahan, dipudi raja sipaimaon (Menghormati orang tua )Sada silompa gadong dua silompa ubi,Sada pe namanghatahon Sudema dapotan Uli. (Hendaknya siapa yang berbicara di acara adat batak yang berbobot dan berguna buat semua pendengarnya)Pitu batu martindi sada do sitaon nadokdok (Jangan terlalu beraharap kepada sesuatu yang tidak pasti)Jujur do mula ni bada, bolus do mula ni dame (Bila kita mampu membantu teman. Bantulah dengan jalan yang baik)Siboru buas siboru Bakkara, molo dung puas sae soada mara (Mengajak untuk berdamai_Sungkunon poda natua-tua, sungkunon gogo naumposo (Petuah dari orang tua, tenaga dari orang yang lebih muda)
Riyadi, A (2019) dalam bukunya, Merantau: Sebuah Pilihan Atau Keterpaksaan? Studi Supir Angkutan Kota Perantau Batak Angkola-Mandailing Di Kota Bandung menyebutkan, orang-orang Batak memiliki keinginan mencari rezeki di kota lain atas dasar keinginan mengubah nasib karena menyadari penghidupan di kampung halaman tidak lagi menjamin.
Sedangkan Nur, S M, Rasminto, & Khausar (2019) mengemukakan, orang Batak juga terkenal dengan sikap tidak memilih-milih pekerjaan ketika merantau, kesadaran betapa sulitnya kehidupan di perantauan, kemudian keinginan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan keluarga menjadi alasan.
Dikutip dari laman pmb.brin.go.id, masyarakat Batak memiliki tiga falsafah hidup. Ketiga falsafah hidup Batak itu yaitu hamoraon (kekayaan), hagabeon (berketurunan dalam artian keturunannya sukses), dan hasangapon (kehormatan dalam status sosial).
Dalihan Na Tolu ini diibaratkan seperti tungku berkaki tiga (tolu) di mana jika salah satunya tidak seimbang maka akan memengaruhi yang lain. Dasar dari falsafah.ini terdiri hula-hula (pihak keluarga dari perempuan/istri), dongan tubu (orang yang semarga dengan kita) dan yang terakhir boru (keluarga dari pihak lelaki/suami).
3H sebagai falsafah hidup orang Batak juga menjadi salah satu alasan orang batak memiliki jiwa saling menolong sesama keluarga hingga bisa meraih kesuksesan karena falsafah ini tidak hanya mencakup dirinya sendiri melainkan anggota keluarganya yang lain.
Ketika ia mampu menghidupi dirinya sendiri dan membantu saudara-saudaranya tanpa harus diminta, maka ia akan lebih dihormati di dalam keluarganya dan di kampung halamannya. Namun, bukan hanya perantau, nama orangtuanya juga akan harum di kampung halamannya sebab dianggap telah berhasil mendidik anaknya hingga sukses di perantauan dan telah banyak membantu keluarganya.
Karakteristik sebagai pekerja keras yang melekat pada suku Batak berasal dari beberapa pepatah populer bahasa Batak. Yap! Pepatah berbahasa Batak tersebut pun diadopsi sebagai prinsip hidup sebagian besar orang Batak.
Wayang adalah wewayanganing ngaurip, artinya wayang adalah refleksi kehidupan. Nilai-nilai intangible wayang seperti memayu-hayu bawana (membuat tatanan dunia yang damai), jiwa ksatria, budi luhur, kesempurnaan hidup, harmoni adalah falsafah Timur yang bisa dikaji untuk memperkaya falsafah Barat.
Sama seperti suku lainnya di Indonesia, Suku Batak juga memiliki pandangan hidup atau falsafah yang digunakan sebagai pedoman hidup serta berfungsi untuk mengontrol perilaku masyarakatnya. Adapun beberapa falsafah dari Suku Batak antara lain.
Di kehidupan sehari-hari warga suku Batak, Partuturan ialah kunci dari falsafah hidupnya dengan menanyakan marga dari setiap orang Batak yang ditemuinya. Hal ini dapat digambarkan dengan ukiran 2 ekor cicak yang saling berhadapan yang menempel di kiri-kanan Rumah Batak. Kekerabatan ini pula yang menjadi semacam tonggak agung untuk mempersatukan hubungan darah dan menentukan sikap terhadap orang lain dengan baik.
Mangalahat Horbo ialah upacara adat di Sumut bagi orang Batak sebagai pertanda penyucian diri atau menebus dosa-dosa , sehingga akan didapat kemakmuran dalam kehidupannya. Acara Mangalahat Horbo ini dilatar belakangi kepercayaan suku Batak kepada Debata Mula Jadi Nabolon (Sang pencipta alam semesta) yang mampu menghapus dosa dan memberi kemakmuran dengan mengurbankan seekor kerbau jantan yang diikatkan pada borotan (sebuah tiang di tengah upacara yang dihias berbagai jenis daun-daun pilihan).
"Di Sidogordogor Pangururan di Pulau Samosir di teluk perpisahan antara darat dan air/danau (inhaam) hidup seorang pria bernama Guru Hatiabulan. Beliau adalah seorang Sibaso (pendeta) nama Datu Arak ni Pane. Istrinya bernama Nan Sindak Panaluan. Mereka sudah lama kawin sebelum perempuan ini hamil. Sesudah perempuan ini hamil maka luar biasa lamanya barulah anak itu lahir. Semua penduduk kampung itu menganggap keadaan itu suatu hal yang gaib._________________________
Jakarta - Suku Batak adalah salah satu suku di Indonesia yang memegang teguh tradisi dan adatnya. Hingga sampai sekarang, adat dan budayanya tetap dilaksanakan dalam kehidupan sosial orang Batak dan aktivitas sehari-harinya.
Dalam kehidupan orang Batak sehari-hari kekerabatan (partuturan) adalah kunci dari falsafah hidupnya dengan menanyakan marga dari setiap orang Batak yang ditemuinya. Kekerabatan ini pula yang menjadi semacam tonggak agung untuk mempersatukan hubungan darah dan menentukan sikap terhadap orang lain dengan baik.
Mangalahat Horbo merupakan upacara adat bagi orang Batak sebagai tanda penyucian diri atau menebus dosa-dosa. Dengan itu, akan mendapat kemakmuran dalam kehidupannya. Acara Mangalahat Horbo dilatarbelakangi kepercayaan suku Batak kepada Debata Mula Jadi Nabolon (Sang pencipta alam semesta) yang mampu menghapus dosa dan memberi kemakmuran dengan mengorbankan seekor kerbau jantan. 2b1af7f3a8